Pukul 2 siang kemarin (7 Oktober) saya menerima kabar dari keluarga saya di Makassar kalau Pendeta kami di Kendari meninggal dunia karena tekanan darah tinggi. Kaget? Pasti! Baru sekitar 2 minggu yang lalu beliau menelpon saya saat saya sakit dan di opname di rumah sakit. Beliau banyak memberikan nasehat dan penguatan untuk saya.
Saya sungguh kaget mendengarnya dan sesaat setelah mendengar kabar tersebut, saya langsung menangis. Tidak menyangka sama sekali. Terlebih lagi beliau baru berusia 40 tahun. Masih sangat muda. Memiliki 4 orang anak yang semuanya masih kecil. Tertua duduk di kelas 3 SMA.
Saya sangat paham betul bahwa kematian merupakan takdir yang tidak bisa kita hindari.
Bahwa kematian memang sudah ditentukan oleh Dia.
Bahwa kematian sesuatu yang given.
Saya yakin, sebagai makhluk yang percaya kepada Tuhan, pastinya kita tidak bisa menghindari kematian. Cepat atau lambat kita semua mengalami masa itu.
Tapi...yang saya yakini, kematian bisa kita “perlambat” ataupun “dipercepat”.
Maksud saya seperti ini, seperti Pendeta saya. Tekanan darahnya naik diakibatkan makanan yang dia konsumsi. Daging-dagingan, terlebih lagi daging babi selalu dikonsumsinya. Jarang diet. Tak heran, kematian pun menjemput dirinya dikala usianya masih produktif untuk berkarya. Atau.....baru-baru saja saya membaca di Kompas, rakyat Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Mereka tidak memiliki cukup uang untuk berobat ke rumah sakit.....
Mereka tidak memiliki cukup uang untuk mengkonsumsi makanan sehat....
Akhirnya anak-anak mereka mengalami busung lapar, malnutrisi dan lain sebagainya.
Hal inipun akan mempercepat kematian mereka. Bahkan....kematian akibat kekurangan makanan ini pun sudah sering saya dengar diberita televisi maupun saya baca di koran. Atau...banyaknya pihak rumah sakit yang menolak untuk menolong (mengobati) rakyat yang tidak memiliki cukup dana untuk membayar pihak rumah sakit....(keterlaluan!!!!!!).
Pertanyaan, apakah kemiskinan merupakan takdir mereka? Sehingga kematian yang “dipercepat”, yang sangat saya yakini bukan “dipercepat” oleh mereka, pun menjadi hal yang tidak bisa mereka hindari?
Yang saya ingin sorot disini adalah, dana yang disediakan oleh pemerintah bagi kaum miskin sangatlah tidak memadai. Sudah tidak memadai, diselewengkan pula. Kasian rakyat miskin...........
Hak-hak mereka dirampas oleh pejabat-pejabat pemerintah..........
Kematian mereka “dipercepat” oleh pejabat-pejabat pemerintah........
Bahkan pihak rumah sakitpun tidak memandang sebelah mata kepada kaum miskin (apalagi dua mata, atau.....mereka sudah tidak memiliki mata!!!).
Ada uang....Anda kami layani...
Semakin banyak uang....semakin baik kami layani Anda....
Oh ya, saat saya diopname....disebelah tempat tidur saya, saya mendengar mereka berdiskusi mengenai dana rumah sakit yang mereka harus bayar.
Saat anak mereka lemah terbaring, tak berdaya...Mereka disibukkan dengan pembicaraan bagaimana harus membayar biaya perawatan rumah sakit. Dan saya mendengar (tanpa sengaja, karena tempat tidur kami bersebelahan), mereka berencana memindahkan anaknya ke rumah sakit yang murah. Kasian.....
Thanks God, karena saya tidak dilahirkan sebagai orang miskin.....
Thanks God, karena saya bisa membayar biaya rumah sakit hanya dengan menggesek kartu saya....
Thanks God, karena saya mendapatkan perawatan yang sangat baik oleh rumah sakit tersebut ....
Artikel di Kompas hari Sabtu tanggal 7 Oktober mengulas tentang Orang Miskin Dilarang Sakit.
Saat membaca judul tersebut hati saya menjadi miris....
Semiris saat saya membaca buku seri Dilarang Miskin yang berjudul: Orang Miskin di Larang Sekolah.......
Lagi – lagi kemiskinan.....Lagi – lagi kemiskinan....
Ada apa sih dengan rakyat miskin???? Mengapa mereka selalu menjadi mangsa para penguasa yang rakus akan wajah penguasa orde baru yang tergambar di selembar kertas berwarna X berukuran Y?
Kalau saja pejabat pemerintah masih memiliki hati nurani.....
Tentunya dana untuk rakyat miskin dapat dirasakan seutuhnya oleh mereka....
Kalau saja pemerintah tidak bernapsu dengan kekayaan duniawi....
Tentunya kematian rakyat miskin yang “dipercepat” tidak akan terjadi....
Kematian....bisa kita percepat....dengan atau tanpa kemauan kita....
Kematian....bisa kita perlambat....dengan kemauan kita.....
C’est la vie.....